Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kenangan Ramadhan di Kampung Halaman Tercinta

kenangan ramadhan di kampung halaman tercinta pulau kampai


Kenangan masa kecil yang membuat bahagia memang tak pernah terlupakan.
Termasuk kenangan saat bulan Ramadhan.
Saat itu saya masih duduk di bangku SD, tinggalnya di Komplek Bukit Datuk, kota Dumai, Propinsi Riau. Kami memang belum lama pindah dari kota Jakarta karena ikut ayah yang sedang dinas di kota kecil ini.

Kota Dumai kota tempat saya tinggal, kotanya panas sekali. Karena terletak dekat teluk yang berbatas langsung dengan Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis dan juga kota ini dulunya menghasilkan minyak bumi. Sudahlah kotanya panas, kompleks tempat saya tinggal di Bukit Datuk pun sepi sekali kalau sudah liburan tiba.
Karena belum terbiasa dengan panas dan sepinya kota ini , keluarga saya sudah berencana untuk melakukan liburan panjang yang saat itu memang bertepatan dengan puasa dan lebaran. Akhirnya saya dan keluarga besar pun mudik/pulang kampung ke Pulau Kampai, kabupaten Langkat Propinsi Sumatera Utara, kampung halaman kedua orang tua saya.

Ramadhan di Pulau Kampai

Untuk kedua kalinya saya datang ke kampung saya merasa canggung dan tidak terbiasa tinggal disana. Di rumah nenek dari ibu, saya dan keluarga besar menginap.
Kala itu sampainya malam hari dengan diterangi 1 lampu pijar yang menerangi ruang utama untuk berkumpul dan makan bersama serta lampu semprong di setiap sudut kamar, saya merasa sangat menderita sekali waktu itu, dan suka membanding bandingkan dengan waktu hidup di kota yang sudah memakai lampu led, maklum anak kota pikir saya. Ditambah lagi kondisi wc yang jauh dari sumur tempat kami akan mandi menambah penderitaan bagi saya saat itu.

Tapi ketika melihat saudara sepupu yang ikut liburan saat itu biasa saja sikapnya ya saya berusaha 'jaim' dan menganggap biasa saja. Ah paling cuman beberapa hari saja menginap di sini, hibur saya saat itu.
Siang harinya saya, adik dan saudara sepupu kami berbaur dengan teman baru yang merupakan penduduk asli di Pulau Kampai.

Kami (saya dan saudara sepupu) bermain permainan yang baru pertama kali saya mainkan saat itu, bermain dengan umang umang yang lucu yang hinggap di batang pohon kelapa, bermain masak-masakan dengan pelepah daun kelapa yang berjatuhan dan menjadikan buah kelapa yang menjadi pancinya, kemudian mengumpulkan remis kecil di pasir pantai dekat rumah nenek, kami bermain hingga lupa dengan waktu sampai mendekati waktu azan magrib baru pulang, begitu terus sampai beberapa hari di sana. Entah mengapa rasanya tidak bosan, bermain dengan alam dan menikmati indahnya pemandangan laut membuat saya jadi keasyikan dengan rutinitas baru kala itu.

Gambaran kegiatan mencari remis
Sumber : facebook dokpri

Ketika di rumah kami pun juga beraktivitas membantu ibu memasak bolu bhoi khas Aceh, mengupas kulit ketam (bahasa melayu kepiting) dan mencuci piring beramai ramai.
Malam harinya sesudah makan malam dan tarawih bukannya langsung tidur, tapi kami malah asyik menghitung bintang di atas langit yang terhampar luas dilihat dari pelantar rumah nenek yang sebagian rumahnya bersentuhan dengan air laut pasang pada sore hingga dini hari. Beruntungnya dulu tidak ada gadget canggih yang mengganggu jadi kami bisa menikmati pemandangan selama mungkin. Tidak peduli banyaknya nyamuk yang asik menggigit, kami asyik tiduran di luar menghadap hamparan bintang bintang tersebut. Sampai hampir terlelap kami pun pindah ke tempat tidur.

Pada suatu waktu malam Nuzulul quran di malam 17 Ramadhan di kampung Pulau Kampai ini rupanya setiap tahunnya selalu ada obor keliling. Dan setiap teras di rumah selalu dipasangkan puluhan lilin mainan warna warni yang dihidupkan apinya di setiap tempat, tetangga kiri dan kanan juga memasang lilin tersebut, indah sekali. Ah kalau saja dulu sudah ada ponsel tentu tidak akan saya lewatkan pemandangan indah di malam itu. Tau sendirilah, jaman saya kecil dulu kamera tustel yang memakai rol film itu sudah mewah dan jarang yang punya hehe..

Baca juga : Pulau Kampai Kampung Halaman Penuh Cerita

Ketika saya tanyakan ke saudara kenapa harus dihidupkan puluhan lilin itu, dia dengan polosnya menjawab untuk mengusir setan setan yang mengganggu di bulan ramadhan. Dalam hati berkata bukannya guru ngaji pernah bilang bulan Ramadhan itu bulan penuh ampunan, dan setan setan pun dibelenggu di bulan puasa ini, jadi tidak mungkin setan mengganggu. Hm tidak jelas yang mana yang betul. Tapi seiring bertambahnya usia pemahaman saya berubah mungkin setan tersebut dibelenggu tapi masih bisa menggoda manusia dengan caranya sendiri melalui hawa nafsu. Hawa nafsu yang bertentanganlah yang membuat manusia menjadi khilaf dan penuh dosa.
Ah, saya jadi melantur kemana mana jadinya nih..hehe maaf ya :)

Tanpa terasa bulan Ramadhan pun berakhir, berganti dengan datangnya bulan Syawal. Setelah bermaaf maafan dengan orang tua, nenek dan kakek. Kami bertamu ke tempat tetangga kiri dan kanan, dengan harapan dapat makan lontong, rendang, kue kering, sirup dan juga yang dinanti nanti, yaitu mendapat balen. Itu bahasa medannya dapat uang angpao. Setiap rumah yang dikunjungi saya koleksi uangnya, kalau dulu tidak ada amplop lucu seperti saat ini. Oleh karena itu saya selalu bawa dompet kecil untuk menyimpan uang balen. Senang sekali rasanya kala itu karena bisa mengumpulkan uang yang banyak bersama para saudara.

Kebersamaan yang harus berakhir

Beberapa hari setelah lebaran akhirnya saya harus pulang ke Bukit Datuk, Dumai. Saya harus berpisah dengan teman baru di Pulau kampai, juga saudara sepupu yang tinggal di Medan. Pengalaman liburan kala bulan Ramadhan adalah suatu pengalaman yang berharga. Pengalaman liburan yang awalnya tidak enak, berubah menjadi bahagia dan tidak terlupakan oleh saya. Terlukis di ingatan bagaimana saya dan saudara sepupu berpisah tapi masing masing raut muka kami sedih, tanda tak ingin mengakhiri kebersamaan yang begitu cepat berlalu.

Namun kebersamaan saat masa kecil saya dulu tidaklah sama dengan yang dialami anak anak sekarang. Anak anak dulu begitu berbaur dengan alam. Tapi tidak dengan anak sekarang yang selalu ditemani gadget kesayangan. Hmm saya berharap kenangan masa kecil si jagoan nanti juga dipenuhi dengan hari hari ceria bersahabat dengan alam apalagi alam yang sejuk dan asri seperti kampung halaman saya yang tercinta :)

#17thdayRamadhanChallenge



8 komentar untuk "Kenangan Ramadhan di Kampung Halaman Tercinta"

Himawan Sant 5/23/2019 Hapus Komentar
Cerita masa kecil kak Iid hampir sama dengan cerita kenangan masa kecilku ..

Ngumpul sodara-sodara sebaya hamya pas musim liburan sekolah.
Kami ngumpulnya di desa di kaki gunung Merbabu tempat nenek buyut kami tinggal.

Rasanya waktu cepat berlalu kalau sudah disibukkan dengan acara bermain bersama .., tau -tau sudah waktunya pulang dan hampir dipastikan pasti terasa sedih berpisah dengan sodara-sodara kita ...

Memang betul, kalau masa kecil adalah masa paling indah ..
kuanyu 5/23/2019 Hapus Komentar
Wah, tersentuh bacanya teh, kampung halaman memang membuat kita selalu nyaman ya, nyaman dalam segala hal, mungkin itulah kenapa ada pepatah yang mengatakan walaupun hujan emas dineri orang dan hujan batu di negeri kita tetaplah yang terbaik adalah negeri kita,..itu hanya pepatah lama aja kok,..he-he 😀
kuanyu 5/23/2019 Hapus Komentar
Masa kecil masa terindah ya mas ?, kslau masa tua mas,..ha-ha,.masa terapa yah ?
kotanopan.com 5/23/2019 Hapus Komentar
tersentuh apanya om kuanyu? jempol kaki? lutut? pingang? pundak atau kuping?
jangan2 dompetnya yang kesentuh hilang,,,, :D hihihhi
iidyanie 5/24/2019 Hapus Komentar
@himawan : ember, masa kecil masa paling indah

@kuanyu : haha tebak aja sendiri dah masa terapa wkwk
iidyanie 5/24/2019 Hapus Komentar
@kuanyu : peribahas dr mana tu mas saya gak mau hujan batu, maunya hujan duit eeaa

@kotanopan : coba dilihat dulu mas kuanyu yg tersentuh apanya, dr saya gak bisa diterawang wkwk
Lailin 5/24/2019 Hapus Komentar
Namanya unik mbak, bolu bhoi. Itu sejenis kue bolu? :D dapat kosakata baru, uang balen, hihi. Kalau disini balen artinya kembali, ngulangi gitu, ternyata di Medan artinya sejenis uang angpao :D
iidyanie 5/24/2019 Hapus Komentar
Iya mba, bolu khas aceh biasanya cetakannya berbentuk ikan atau kerang :) saya juga baru tau istilah balen ini mba, yang artinya bagi uang